Monday, August 1, 2016

Sejarah Kisah Wali Songo : Cara Penyebaran Islam Wali Songo Di Indonesia

Sejarah Kisah Wali Songo - Sejarah masuknya Agama Islam ke Indonesia tidak lepas dari peran para ulama lokal, diantara ulama-ulama Indonesia yang sangat berperan terhadap penyebaran Agama Islam di Indonesia adalah yang sering dikenal dengan istilah wali songo. Siapa sajakah mereka?

Sumber-sumber sejarah mencatat banyak nama ulama yang aktif melakukan penyebaran agama Islam. Beberapa di antaranya adalah Dato Sulaeman, Tuan Tunggang Parangan, dan Dato ri Bandang yang aktif menyebarkan Islam di Sumatra, Kalimantan, hingga ke Sulawesi.

Cara Penyebaran Islam Wali Songo Di Indonesia

Di Pulau Jawa, penyebaran Islam dilakukan oleh Walisanga. Walisanga merupakan sebuah dewan ulama yang terdiri atas sembilan ulama yang tersebar di seluruh Jawa.

Sejarah Wali Songo

Keanggotaan dalam dewan Walisanga bersifat tetap. Apabila ada seorang wali yang meninggal atau dikeluarkan, maka akan ada satu orang penggantinya. Kesembilan anggota Walisanga diwajibkan untuk menggiatkan penyebaran Islam di Jawa. Sembilan wali tersebut adalah sebagai berikut.

1) Sunan Gresik

Maulana Malik Ibrahim atau yang lebih dikenal dengan Sunan Gresik berasal dari Persia. Beliau tinggal di daerah Gresik, sehingga diberi gelar Sunan Gresik.

Sunan Gresik diyakini sebagai pelopor penyebaran agama Islam di Jawa. la berdakwah secara intensif dan bijaksana.

Sunan Gresik bukan orang Jawa, namun ia mampu mengantisipasi keadaan masyarakat yang dihadapinya dan menerapkan metode dakwah yang tepat untuk menarik simpati masyarakat terhadap Islam.

Upaya menghilangkan sistem kasta dalam masyarakat pada masa itu menjadi objek dakwah Sunan Gresik.

2) Sunan Ampel

Ali Rahmatullah atau sunan Ampel berasal dari Campa, Kamboja. Beliau tinggal di daerah Ampel, sehingga lebih dikenal dengan sebutan Sunan Ampel. Sunan Ampel memulai aktivitasnya dengan mendirikan pesantren di Ampel Denta (dekat Surabaya).

Dengan kegiatan itu ia dikenal sebagai pembina pondok pesantren pertama di Jawa Timur. Sunan Ampel adalah seorang wali yang tidak setuju terhadap adat istiadat masyarakat Jawa pada masa itu, seperti kebiasaan mengadakan sesaji dan selamatan.

3) Sunan Giri

Nama asli Sunan Giri adalah Raden Paku. Selain menjadi murid Sunan Ampel, ia juga memperdalam ilmu agama di Pasai yang ketika itu menjadi tempat perkembangan ilmu ketuhanan, keimanan, dan tasawuf.

Raden Paku memperoleh ilmu agama di Pasai sehingga dianugerahi gelar ‘ain al-yaqiin (keyakinan yang nyata). Karena itulah ia dikenal masyarakat dengan sebutan Raden Ainul Yakin. Sunan Giri mendirikan pesantren di daerah Giri.

4) Sunan Bonang

Makhdum Ibrahim atau Sunan Bonang merupakan putra Sunan Ampel. Beliau tinggal di Desa Bonang, Tuban. Sunan Bonang dalam menyebarkan agama Islam selalu menyesuaikan diri dengan corak kebudayaan masyarakat Jawa yang menggemari wayang dan musik gamelan.

Cara Penyebaran Islam Wali Songo Di Indonesia

Untuk itu ia menciptakan gending-gending yang memiliki nilai keislaman. Setiap bait lagu diselingi dengan ucapan dua kalimat syahadat (syahadatain), sehingga musik gamelan yang mengiringinya kini dikenal dengan istilah ‘sekaten’.

5) Sunan Drajat

Beliau tinggal di Drajat, Sedayu. Nama asli Sunan Drajat adalah Raden Kosim Syarifuddin. la adalah putra Sunan Ampel dan saudara Makhdum Ibrahim.

Hal yang paling menonjol dalam dakwah Sunan Drajat adalah perhatiannya yang sangat serius pada masalah sosial.

Ia banyak membantu yatim piatu, fakir miskin, orang sakit, dan orang sengsara. Sunan Drajat juga menggunakan media kesenian dalam berdakwah. Untuk itu ia menciptakan tembang Jawa (tembang pangkur) yang hingga kini masih digemari.

6) Sunan Gunung Jati

Nama asli Sunan Gunung Jati adalah Syarif Hidayatullah. Beliau berasal dari Persia dan menyebarkan Islam di daerah Jawa Barat. Beliau tinggal di Gunung Jati, Cirebon. la juga merupakan pendiri dinasti Kesultanan Banten yang dimulai dari putranya, Sultan Maulana Hasanuddin.

Atas prakarsa Sunan Gunung Jati, dilakukanlah penyerangan ke Sunda Kelapa pada 1527 di bawah pimpinan Fatahillah, panglima perang Kesultanan Demak.

7) Sunan Kudus

Jaffar Siddiq atau Sunan Kudus adalah wali yang tinggal di Kudus. la adalah putra Raden Usman Haji yang menyiarkan Islam di daerah Jirang Panolan, Blora.

Sunan Kudus memiliki keahlian khusus dalam ilmu agama. Sunan Kudus banyak didatangi oleh para penuntut ilmu dari berbagai wilayah karena keahlian yang dimilikinya.

la juga dipercaya untuk mengendalikan pemerintahan di daerah Kudus. Karena itu, ia menjadi pemimpin agama sekaligus pemimpin pemerintahan di wilayah itu.

8) Sunan Kalijaga

Raden Syahid yang terkenal sebagai Sunan Kalijaga adalah putra dari seorang penguasa Tuban yang kemudian memilih menjadi ulama dan menyebarkan Islam di daerah Kadilangu, Jawa Tengah.

la bernama asli Raden Mas Syahid. Ayahnya bernama Raden Sahur Tumenggung Wilatika (bupati Tuban). Nama Kalijaga berasal dari bahasa Arab qadi zaka yang berarti pemimpin atau pelaksana yang menegakkan kesucian.

9) Sunan Muria

Umar Said lebih dikenal dengan sebutan Sunan Muria. Beliau tinggal di kaki Gunung Muria. Nama asli Sunan Muria adalah Raden Said atau Raden Prawoto.

la adalah putra Sunan Kalijaga. Sunan Muria menggunakan kesenian sebagai sarana berdakwah. Dua tembang yang diciptakannya dan sangat terkenal adalah sinom dan kinanti.

 Cara yang Digunakan Oleh Wali Songo/Ulama Lainnya dalam Menyebarkan Islam

Agama Islam berkembang di Indonesia karena adanya peran para ulama yang dengan gigih menyebarkan ajara Islam. Ulama yang datang ke Indonesia tersebar mulai dari pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, dan Maluku. Cara penyebaran Islam yang dilakukan Wali Songo sangat menarik. Mereka mampu menggunakan metode-metode yang memudahkan ajaran Islam diterima oleh berbagai golongan masyarakat. Misalnya, dengan menggunakan sarana-sarana yang telah dikenal dalam masyarakat, antara lain melalui pendekatan kebudayaan, seperti pertunjukan wayang.

Cara Penyebaran Islam Wali Songo Di Indonesia

Bermain Wayang

Dalam sejarahnya di Indonesia, wali mempunyai peranan sebagai berikut.
  •     Menjadi guru agama atau mubalig yang bertugas menyiarkan agama. Biasanya mereka mendirikan masjid dan pesantren, yakni tempat orang berkumpul memperdalam ajaran agama.
  •     Menjadi penasihat raja, bahkan ada yang menjadi raja, sehingga wali diberi gelar Sunan, suatu gelar yang dipergunakan oleh para raja di Jawa.
  •     Menjadi panutan masyarakat atau tokoh agama.
  •     Memberi doa restu atau memimpin upacara dan ibadah.
  •     Sebagai pengembang kebudayaan setempat yang disesuaikan dengan kebudayaan Islam.
  •     Sebagai ahli siasat perang.
Cara-cara yang digunakan oleh Wali Songo/ulama dalam menyebarkan agama Islam antara lain sebagai berikut.

a. Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim atau Syeh Maulana Maghribi)

Pada tahun 1404 ia tiba di Jawa dari pasai dan menetap di Leran, Gresik. Dengan kehalusan budi pekerti dan kedermawanannya ia mengajarkan agama Islam mulamula kepada para murid yang kebanyakan adalah para pedagang dari Gujarat. Pada tanggal 9 April 1419 ia wafat dan dimakamkan di Gresik. Berkat jasanya, Gresik menjadi pusat penyiaran agama Islam di Jawa Timur.

b. Sunan Ampel (Raden Rakhmad atau Sayid Ali Rahmatullah)

Ia didatangkan dari Campa oleh Raja Kertabumi pada zaman Majapahit. Oleh raja ia ditugaskan untuk memperbaiki akhlak rakyat Majapahit yang mulai rusak. Ia mendirikan pondok pesantren di Ampeldenta, Surabaya. Sunan Ampel menyebarkan agama Islam di Surabaya dan sekitarnya. Meninggal pada tahun 1481 dan dimakamkan di Ampel.

c. Sunan Bonang (Raden Makhdum Ibrahim)

Semasa muda, ia belajar agama Islam di Pasai. Sekembali dari Pasai, ia mendirikan pesantren di Tuban. Disebut Sunan Bonang karena dalam melakukan dakwah ia mempergunakan bonang (salah satu instrumen jawa) untuk menarik orang supaya datang. Ia meninggalkan karya sastra, yaitu “Primbon Sunan Bonang”.

d. Sunan Gunung Jati

Ia mempunyai sebutan nama yang banyak antara lain: Fatahillah, Faletehan, Syarif Hidayatullah, dan Muhammad Nurudin. Sunan Gunung Jati belajar agama Islam di Mekah dan Bagdad, dalam perjalanannya ke Jawa, singgah di Gujarat dan Pasai. Mula-mula ia menyebarkan agama Islam di Demak, selanjutnya meluasnya ke wilayah Jawa Barat (Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon). Sunan Gunung Jati berjasa dalam mendirikan kerajaan Islam, Banten dan Cirebon.

e. Sunan Drajat (Raden Syarifuddin atau Masih Munat)

Ia mempelajari agama Islam dari para wali pendahulunya. Sunan Drajat mendirikan pesantren di Dusun Drajat, Paciran, Lamongan. Untuk memasyarakatnya ajaran agama Islam, ia mengubah syair-syair pangkur (tembang Jawa). Selain itu, ia juga mempergunakan gamelan Jawa sehingga lebih menarik bagi penduduk pribumi. Sisi lain daya tarik pribadinya adalah perhatiannya kepada orang miskin, yatim piatu, dan orang-orang terlantar.

f. Sunan Giri (Raden Paku atau Sultan Abdul Faqih)

Belajar agama Islam pertama kali di Ampel, kemudian melanjutkan ke Pasai bersama Sunan Bonang. Ia mendirikan pesantren “Prabu Giri Satmata” di Sidomukti, Gresik. Dalam menyebarkan agama, ia menciptakan lagu-lagu dolanan yang bernapaskan Islam, seperti Jamuran, Ilir-Ilir, dan Cublak-Cublak Suweng.

g. Sunan Kalijaga (Raden Mas Syahid atau Raden Setya)

Semasa muda ia berguru pada Sunan Bonang, sehingga dalam berdakwah ia menggunakan gaya Sunan Bonang, yakni mempergunakan wayang dan gamelan. Jawa untuk menarik massa dan menanamkan ajaran-ajarannya di hati masyarakat Jawa. Ia mendirikan pesantren di Kadilangu, Demak dan mendapatkan banyak murid. Murid-muridnya yang terkenal, yaitu: Ki Ageng Pandanaran, Sunan Goseng, Empu Supa, dan Syekh Domba.

h. Sunan Kudus (Ja’far Shidiq)

Pernah belajar agama Islam di Arab. Seusai belajar agama, ia mendirikan pesantren di Kudus. Ia seorang pujangga Islam yang menguasai berbagai ilmu keagamaan, terutama tauhid, hadis, dan fiqih. Ia juga berhasil meluruskan ajaran Islam yang diselewengkan oleh beberapa tokoh seperti Syekh Siti Jenar, Kebo Kenanga, dan Ki Ageng Pengging.

i. Sunan Muria

Bersama Sunan Kudus, ia pernah berguru kepada Ki Ageng Ngerang. Seusai mempelajari agama Islam, ia mendirikan padepokan di kaki Gunung Muria, tempat menyampaikan ajaran-ajaran Islam kepada para muridnya yang terdiri atas rakyat jelata dan orang-orang sederhana pedesaan di sekitar Jepara. Ia juga mempergunakan gamelan Jawa untuk menarik massa, dan menciptakan syair-syair tembang kinanthi dan sinom yang memuat ajaran agama agar lebih mudah diterima dan diresapkan oleh orang-orang sederhana.

Ulama Lain

Selain ada Wali Songo yang tugasnya menyebarkan agama Islam di Pulau Jawa, masih ada ulama setempat, di antaranya sebagai berikut.
  •     Dato’ri Bandang (Abdul Makmur Khatib Tunggal) berasal dari Minangkabau.
  •     Dato’ri Patimang (Khatib Sulaiman): mengislamkan Kerajaan Luwu (Palopo).
  •     Dato’ri Tito (Khatib Bungsu): mengislamkan wilayah Bulu Kumba.
  •     Tua Tanggang Parang dan Raja Aji Langgar, mengislamkan Kutai (Kalimantan Timur).
  •     Syekh Abdul Muhyi: menyiarkan agama Islam di Pamijahan, Tasikmalaya.
  •     Ki Gede Ing Suro: berasal dari Surabaya, mengislamkan Palembang.
  •     Syekh Yusuf (Yusuf Tajul Khaiwati): dari Makasar menjadi mufti di Kerajaan Banten pada masa Sultan Ageng Tirtayasa.
  •     Syekh Burhanuddin: dari Ulakan (Minangkabau), merupakan pelopor Islam di Sumatera Barat.
  •     Kiai Dukuh (Pangeran Kasunyatan): guru agamanya Maulana Yusuf (Sulatan
  •     Banten).
  •     Syekh Siti Jenar (Syekh Lemah Abang) ahli tasawuf yang mati dihukum bakar.
  •     Sunan Geseng (Ngabehi Ckrajaya): mengislamkan Bagelan (Kedu).
  •     Sunan Tembayat (Ki Ageng Pandanaran): mengislamkan Klaten.
  •     Syekh Domba: mengislamkan Salatiga.
  •     Sunan Panggung: mengislamkan Tegal.
  •     Ki Ageng Juru Martani: mengislamkan Gunung Kidul.
  •     Ki Ageng Pamanahan: mengislamkan Yogyakarta.
  •     Ki Ageng Gribig: mengislamkan Jatinom.
  •     Sayid Usman: mengislamkan Jakarta.
  •     Syekh Abdul Samad: mengislamkan Palembang.
  •     Syekh Nawawi: mengislamkan Banten.
  •     Syekh Arsyad: mengislamkan Banjarmasin.
  •     Syekh Said dari Pasai: mengislamkan petani.

Sejara Islam : Proses Sejarah Masuknya Islam Ke Indonesia

Sejarah Masuknya Islam ke Indonesia

Sejarah Islam - Saat islam untuk pertama kalinya datang ke Indonesia, pada waktu itu berbagai kepercayaan dan agama seperti Budha, Hindu, dinamisme dan anisme sudah banyak dianut oleh bangsa Indonesia. Bahkan disebagai besar wilayah Indonesia sudah berdiri kerajaan-kerajaan yang menganut agama Budha dan Hindu. Contohnya, kerajaan Sriwijaya di Sumatera, kerajaan Kutai di Kalimantan Timur, Kerajaan Taruma Negara di Jawa Barat dan masih banyak kerajaan yang lainnya. Akan tetapi, Islam datang ke wilayah-wilayah itu bisa diterima dengan baik, sebab Islam datang dengan cara yang baik pula, mereka pembawa ajaran Islam datang dengan prinsipi-prinsip persamaan antar manusia, perdamaian, ketentraman, serta menghilangkan kasta dan perbudakan yang sebelumnya sering terjadi di wilayah itu. Sehingga, tidak ada paksaan dari masyarakat di sana saat diajak untuk mengucapkan dua kalimah syahadat, mereka melakukannya dengan senang hati.

Sejara Islam : Proses Sejarah Masuknya Islam Ke Indonesia

Kalau bicara tentang kapan islam mulai datang dan masuk ke Indonesia, menurut para ahli sejarah, islam masuk k Indonesia pada abad ke tujuh masehi atau abad pertama hijriyah. Namun dari sumber lain, ada yang menyebutkan bahwa Islam sudah mulai masuk ke Indonesia saat para pedagang dari Arab mulai singgah dan memasuki wilatyah Indonesa. Waktu itu saat masih pemerintahan sahabat nabi, Khulafaur Rasyidin.

Berbeda dengan agama lain yang datang ke Indonesia dengan cara penindasan, peperangan dan pemaksaan. Islam masuk ke Indonesia dengan cara perdamaian, para pembawa ajaran agama Islam pada waktu itu dengan sabar dan gigih menjelaskan tentang ajaran Islam pada penduduk setempat. Mereka pun tidak memaksa penduduk setempat untuk memeluk agama Islam. Karena, dalam ajaran islam itu tidak ada paksaan, Para ulama berpegang teguh pada prinsip salah satu ayat Al-Quran pada surat Al-Baqarah ayat 256.

Adapaun cara dan proses masuknya islam di Indonesia melalui beberapa cara, antara lain sebagai berikut.

1. Perdagangan

Islam masuk ke Indonesia salah satunya lewat dengan cara perdagangan. Hal ini bisa terjadi, karena orang-orang Melayu yang ada di Indonesia pada waktu itu berhubungan dengan orang arab dalam hal perdagangan. Mereka sudah sangat dekat antara satu sama lain. Jadi, saat pedagang arab mulai menyebarkan pemahaman agama Islam, para orang melayu pun mudah untuk menerimanya.

Lambat tapi pasti, orang Melayu mulai banyak masuk ajaran Islam. Pengaruh Islam semakin kuat pada waktu itu setelah berdirinya kerajaan Islam Malaka dan kerajaan Samudra Pasai di Aceh. Maka makin ramailah para pedangang Arab serta ulama yang datang ke Indonesia. Disamping mereka berdagang untuk mencari keuntungan duniawi, mereka juga sambil berdakwah untuk menambah amal mereka. Berbisnis sambil berdakwah, dunia dapat akhirat juga dapat.

Sejara Islam : Proses Sejarah Masuknya Islam Ke Indonesia
 
2. Kultural

Maksud dengan kultural ini, penyebaran pemahaman Islam di Indonesia menggunakan media kebudayaan. Contohnya yang dilakukan oleh para wali songo di pulau Jawa. Sunan Kali Jaga pada waktu itu berdakwah dengan mengembangkan kesenian wayang kulit, dia mengisi pementasan wayang yang biasanya isinya itu bertema ajaran Hindu, dia ganti dengan ajaran Islam. Kemudian ada juga Sunan Muria berdakwah dengan mengembangkan Gamelannya. Sedangkan Sunan Giri berdakwah dengan cara membuat banyak sekali mainan anak-anak seperti cublak Suweng, Jalungan, Jamuran dan lain sebagainya. Para Sunan ini cerdik sekali, mereka membawa pemahaman ajaran Islam dengan menggunakan bahasa yang sering digunakan oleh kaumnya. Kebetulan pada waktu itu masyarakat Indonesia khususnya Jawa, mereka sangat menyukai kesenian-kesenian itu.
 
3. Pendidikan
Salah satu cara efketif memasukan pemahaman ajaran Islam pada waktu itu dengan melalui pendidikan, dan pesantren adalah lembaga pendidikan yang paling strategis untuk melakukannya. Kebanyakan para da’i dan mubalig dalam menyebarkan Islam ke seluruh penjuru Indonesia, mereka it keluaran dari pesantren. Contohnya Datuk Ribandang yang merupakan keluaran dari pesantrn milik Sunan Giri, dia adalah seorang yang mengislamkan kerajaan Gowa Tolla di Kalimantan timur. Selain Datuk Ribandang, banyak santri-santri Sunan Giri yang menyebar ke pulau-pulau yang ada di Indonesia seperti Kangan, Haruku, Madura, Bawean hingga Nusa Tenggara. Sampai saat ini, pesantren masih menjadi strategi yang efektif untuk menyebarkan ajaran Islam ke seluruh indonesia.
 
4. Kekuasaan Politik
Penyebaran Islam di Indonesia juga tidak terlepas dari dukungan para Sultan. Contohnya di pulau Jawa, Kesultanan Demak merupakan pusat dakwah dan menjadi pelindung penyebaran agama Islam. Ada juga di pulau Sulawesi yaitu Raja Gowa-Tolla yang menjadi pelindung bagi para da’i menyebarkan ajaran Islam di sana. Para Sultan dan Raja saling berkomunikasi, tolong menolong dalam melindungi perkembangan dakwah Islam di Indonesia. Kekompakkan para sultan ini juga menjadi cikal bakal lahirnya negara Indonesia.

Perkembangan Islam di Beberapa Wilayah di Indonesia
 
1. Perkembangan Islam di Sumatera
Perkembangan Islam di wilayah Indonesia di awali dengan dimasukinya pemahaman ajaran islam daerah Pasai di Aceh Utara dan pantai barat Sumatera, di kedua wilayah tersebut masing-masing berdiri Kerajaan Islam pertama di Indonesia, yaitu Kerajaan Islam Perak dan Samudera Pasai.
 
2. Perkembangan Islam di Jawa
Menurut Prof. Dr. Buya Hamka dalam bukunya yaitu Sejarah Umat Islam, cikal kedatangan Islam ke pulau Jawa sebenarnya sudah dimulai pada tahun ke tujuh masehi atau abad pertama Hijriyah yaitu pada tahun 674 M – 675 M. Salah satu sahabat nabi, Muawiyah bin Abi Sufyan yang pernah singgah di Kerajaan Kalingga di Jawa. Waktu itu dia menyamar sebagai pedagang. Mungkin pada waktu itu Muawiyah baru penjajakan saja, namun proses dakwahnya tetap berlangsung dan diteruskan oleh para da’i yang berasal dari Kerajaan Pasai dan Malaka. Karena pada waktu itu jalur perhungan antara Pasai dengan Jawa begitu pesat.

3. Perkembangan Islam di Kalimantan

Borneo adalah sebutan nama lain Kalimantan. Pada waktu itu Islam masuk ke sana melalui tiga jalur. Jalur yang pertama adalah melalui Kerajaan Islam Pasai dan Perlak. Jalur kedua Islam disebarkan oleh para da’i dari tanah jawa. Mereka melakukan ekspedisi ke pulau Kalimantan sejak Kerajaan Demak berdiri. Pada waktu itu, Kerajaan Demak mengirimkan banyak sekali da’i ke luar pulau Jawa, salah satunya ke pulau Kalimantan. Jalur ketiga melalu kedatangan para da’i yang berasal dari tanah Sulawesi. Salah satu da’i yang terkenal pada waktu itu adalah Datuk Ri Bandang dan Tuan Tunggang Parangan.

4. Perkembangan Islam di Maluku

Kepulauan Maluku terkenal sebagai penghasil rempah-rempah. Tak ayal hal ini menjadi daya tarik sendiri para pedagang asing, salah satunya pedagang mulim dari Jawa, Malaka, Sumatera dan Manca Negara. Dengan kedatangan para pedagang muslim ini, menyebabkan perkembangan Islam di Kepulauan Maluku ini menyebar dengan cepat. tepatnya sekitar pertengahan abad ke 15 atau tahun 1440 Islam mulai masuk ke Maluku.

Pada tahun 1460 M, raja Ternate yaitu Vongi Tidore masuk Islam. Namun menurut sejarawan Belanda yaitu h.J De Graaft, raja Ternate yang benar-benar muslim adalah Zaenal Abidin. Setelah raja Ternate masuk Islam, hal ini semakin mempercepat perkembangan Islam di Maluku dan mempengaruhi kerajaan-kerajaan lain di Maluku yang mulai menerima paham ajaran Islam. Namun dari sekian kerajaan Islam yang ada di Maluku, yang paling terkenal adalah Kerajaan Ternate dan Tidore.

Setelah Islam masuk dan berkembang cepat di Maluku, Islam juga mulai masuk ke Irian. Para raja-raja Islam dari Maluku, da’i dan pedagang yang menyiarkan ajaran Islam ke Irian. Wilayah-wilayah di Irian Jaya yang dimasuki Islam yaitu: Jalawati, Musi, Pulau Gebi dan Pulau Waigio.
Teori Masuknya Islam ke Indonesia

Sejara Islam : Proses Sejarah Masuknya Islam Ke Indonesia

Ada beberapa teori masuknya islam ke Indonesia. Berikut teori-teorinya.
 
1. Teori Mekah
Dalam teori ini, dikatakan bahwa proses masuknya Islam ke Indonesia adalah langsung dari Arab atau Mekah yang berlangsung pada abad pertama tahun hijriyah atau ke 7 M. Haji Abdul Karim Amrullah (Hamka) adalah tokoh yang memperknalkan teori ini. Beliau merupakan ulama sekaligus sastrawan Indonesia. Beliau melontarkan pendapatnya ini pada tahun 1958 ketika menyampaikan orasi di Perguruan Tinggi Islam Negeri (PTIN) di Yogyakarta. Beliau menolak seluruh pendapat yang menyatakan bahwa Islam mulai masuk ke Indonesia secara tidak langsung melalui Arab. Beliau bercerita bahan argumentasinya yang dijadikan bahan rujukannnya berasal dari sumber Arab dan sumber lokal Indonesia. Menurutnya, motivasi awal kedatangan bangsa Arab dilandasi oleh motivasi semangat menyebarkan agama Islam, bukan dilandasi faktor ekonomi. Menurut pandangannya pula, jalur perdagangan antara Arab dengan Indonesia suda ada dan brlangsung jauh sebelum tarik masehi.

Dalam hal ini, teori HAMKA merupakan penolakan terhadap Teori Gujarat yang dia anggap banyak kelemahannya. Dia malah curiga terhadap penulis teori Gujarat yang berasal dari barat, mereka cenderung memojokkan Islam di Indonesia. HAMKA berpendapat, penulis barat melakukan upaya yang sangat sistematik untuk menghilangkan dan meniadakan keyakinan negeri-negeri Melayu tentang hubungan rohani yang akur dan erat antara mereka dengan bangsa Arab. Dalam pandangannya juga, HAMKA berpendapat sebenarnya orang-orang Islam di Indonesia memeluk islam berkat orang Arab, bukan hanya lewat perdagangan saja. Pandangan dan pendapat HAMKA ini hampir sama dengan Teori Sufi yang dikeluarkan oleh A.H Johns yang menyatakan bahwa para pengembara lah (musafir) yang pertama kali melakukan penyebaran ajaran Islam di Indonesia. Biasanya kaum sufi mengembara dari satu tempat ke tempat lainnya untuk mendirikan perguruan tarekat.

2. Teori Gujarat

Teori Gujarat berpendapat bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia terjadi pada abad ke 13 M atau abad ke 7 H dan berasal dari Gujarat. Tokoh yang memperkenalkan teori ini kebanyakan sarjana yang berasal dari belanda. Seorang Sarjana belanda yang pertama megeluarkan teori ini bernama J. Pijnapel dari Universitas Leiden. Dalam pandangannya, bangsa Arab yang bermazhab Syafie sudah tinggal di Gijarat dan Malabar sejak awal tahun Hijriyah. Akan tetapi, yang menyebarkan langsung Islam ke Indonesia untuk pertama kalinya itu bukanlah bangsa Arab, melainkan para pedangang Gujarat yang sudah memeluk Islam terlebih dahulu. Para pedagang islam itu berdagang ke arah timur, salah satunya Indonesia. Dalam perkembangannya, teori Gujarat ini diyakini dan disebarkan oleh seorang tokoh terkemuka Belanda, yaitu Snouck Hurgronje. Dalam pendapatnya, Islam lebih dahulu menyebar dan berkembang di kota-kota India. Selanjutnya, orang-orang Gujarat yang lebih dahulu membuka hubungan perdagangan dengan orang Indonesia dibanding pedagang Arab.

Kemudian teori Gujarat juga lebih dikembangkan oleh J.P. Moquetta pada tahun 1912. Dia memberikan alasan dengan batu nisan Sultan Malik Al-Saleh yang meninggal pada tanggal 17 Dzulhijjah 831 H atau sekitar tahun 1297 M di Pasai, Aceh. Menurut dia, makam Maualan Malik Ibrahim yang meninggal pada tahun 1419 di Gresik dan batu nisam di pasai, semuanya mempunyai bentuk yang sama dengan nisan yang ada di Kambay, Gujarat. Akhirnya Moquetta berpendapat bahwa batu nisan itu adalah hasil impor dari Gujarat, atau setidaknya dibuat oleh asli orang gujarat yang berada di Indonesia, atau juga orang Indonesia yang sudah belajar kaligrafi khas Gujarat. Argumentasi lainnya yaitu kesamaan mahzab Syafie yang dipercayai oleh orang muslim di Indonesia dan Gujarat.

3. Teori Persia

Dalam teori ini berpendapat bahwa proses kedatangan Islam ke Indonesia berasal dari persia (Sekatang Iran). Seorang sejarawan asal Banten yang bernama Hosein Djajadiningrat adalah pencetus teori ini. Dalam paparannya, dia lebih menitikberatkan analisisnya pada kesamaan tradisi dan budaya yang berkembang antara masyarakat Indonesia dan Persia. Budaya dan tradisi itu diantaranya tradisi merayakan tanggal 10 Muharram atau sering disebut hari Asyuro. Hari ini merupakan hari suci kaum syiah yang mayoritas berada di iran. Tradisi ini juga berkembang di daerah Pariaman, Sumatera Barat. Selanjutnya tradisi lainnya adalah ajaran mistik yang mempunyai banyak kesamaan. Kesamaan lainnya adalah umat Islam di Indonesia banyak yang menganut mazhab Syafie, sama seperti kebanyakan muslim yang ada di Iran. Namun, teori ini oleh banyak orang masih dianggap lemah karena kurang bisa meyakinkan.

4. Teori Cina

Dalam teori ini berpendapat bahwa proses kedatangan Islam untuk pertama kalinya ke Indonesia (Khususnya Jawa) itu berasal dari perantau Cina. Melalui perdagangan, orang cina sudah berhubungan dengan penduduk Indonesia jauh sebelum Islam dikenal di Indonesia. ketika masa Hindu – Budha, orang-orang cina ini sudah membaur dengan masyarakat Indonesia. Dalam bukunya Arus Cina-Islam Sumanto Al-Qurtuby mengatakan, menurut catatan masa Dinasti Tang pada tahun 618-960 M di daerah Quanzhou, Zhang-zhao, Kanton dan pesisir cina bagian selatan, di sana sudah terdapat sejumlah pemukimaan orang-orang Islam.

Bila dilihat dari beberapa catatan sumber dari dalam Indonesia maupun luar Indonesia, memang teori Cina ini bisa diterima. Dalam beberapa sumber lokal ditulis bahwa raja pertama Islam di jawa, yaitu Raden Patah dari Dmak, adalah seorang keturunan Cina. disebutkan Ibu sang raja berasal dari daerah Campa, yakni Cina bagian selatan (Kini Vietnam). Hal ini diperkuat oleh Hkayat Hasannudin dan Sejarah Banten, dimana nama dan gelar raja-raja demak itu ditulis dengan memakai istilah Cina, seperti “Jin bun”, “Cek Ko po“, “Cu-cu’‘, “Cun Ch”, serta “Cek Ban Cun”. Bukti-bukti lainnya bisa dilihat dari masjid-masjid tua yang mengandung nilai arsitektur Tiongkok yang dibangun oleh bangsa Cina di berbagai wilayah di pulau Jawa.

Dari semua teori di atas, masing-masing mempunyai kelebihan dan kelemahan tersendiri. Sampai saat ini, tidak ada yang tau percis teori mana yang memang benar-benar terjadi dan bisa dipercaya 100% kebenarannya.